”Seluruh dunia ini adalah perhiasan dan perhiasan terbaik di dunia ini adalah wanita yang sholehah.” (HR. ...an-Nasa’I dan Ahmad)
Fabiayyi alaairobbikumaa tukadzdzibaan..[Q.S.Ar Rahman:13]

Wednesday, December 08, 2010

Keutamaan Puasa di Bulan Muharram

Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘ anhu dia berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,ُلَضْفَأ
ِماَيِّصلا
َدْعَب
َناَضَمَر
ُرْهَش
ِهَّللا
ُمَّرَحُمْلا
ُلَضْفَأَو
ِةَالَّصلا
َدْعَب
ِةَضيِرَفْلا
ُةَالَص
ِلْيَّللا
“Puasa yang paling utama
setelah (puasa) Ramadhan
adalah (puasa) di bulan Allah
(bulan) Muharram, dan shalat
yang paling utama setelah
shalat wajib (lima waktu)
adalah shalat malam. “[1].
Hadits yang mulia ini
menunjukkan dianjurkannya
berpuasa pada bulan
Muharram, bahkan puasa di
bulan ini lebih utama
dibandingkan bulan-bulan
lainnya, setelah bulan
Ramadhan[2].
Mutiara hikmah yang dapat
kita petik dari hadits ini:
- Puasa yang paling utama
dilakukan pada bulan
Muharram adalah puasa
‘ Aasyuura’ (puasa pada
tanggal 10 Muharram), karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam melakukannya dan
memerintahkan para
sahabatradhiyallahu ‘anhum
untuk melakukannya[3], dan
ketika Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam ditanya tentang
keutamaannya beliau
bersabda, ُرِّفَكُي
َةَنَّسلا
َةَيِضاَمْلا
“ Puasa ini menggugurkan
(dosa-dosa) di tahun yang
lalu “[4].
- Lebih utama lagi jika puasa
tanggal 10 Muharram
digandengankan dengan
puasa tanggal 9 Muharram,
dalam rangka menyelisihi
orang-orang Yahudi dan
Nashrani, karena Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
ketika disampaikan kepada
beliau bahwa tanggal 10
Muharram adalah hari yang
diagungkan orang-orang
Yahudi dan Nashrani, maka
beliau
bersabda,اَذِإَف
َناَك
ُماَعْلا
ُلِبْقُمْلا –
ْنِإ َءاَش
ُهَّللا –
اَنْمُص
َمْوَيْلا
َعِساَّتلا
“ Kalau aku masih hidup
tahun depan, maka sungguh
aku akan berpuasa pada
tanggal 9 Muharram (bersama
10 Muharram). ” [5]
- Adapun
hadits, اوُموُص
َمْوَي
َءاَروُشاَع
اوُفِلاَخَو
ِهيِف
َدوُهَيْلا
اوُموُص
ُهَلْبَق
ًامْوَي ْوَأ
ُهَدْعَب
ًامْوَي
“ Berpuasalah pada hari
‘Aasyuura’ dan selisihilah
orang-orang Yahudi,
berpuasalah sehari
sebelumnya atau sehari
sesudahnya. “[6], maka
hadits ini lemah sanadnya dan
tidak bisa dijadikan sebagai
sandaran dianjurkannya
berpuasa pada tanggal 11
Muharram[7].
- Sebagian ulama ada yang
berpendapat di-makruh-
kannya (tidak disukainya)
berpuasa pada tanggal 10
Muharram saja, karena
menyerupai orang-orang
Yahudi, tapi ulama lain
membolehkannya meskipun
pahalanya tidak sesempurna
jika digandengkan dengan
puasa sehari sebelumnya[8].
- Sebab Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wa sallam
memerintahkan puasa tanggal
10 Muharram adalah karena
pada hari itulah Allah Ta ’ala
menyelamatkan Nabi Musa
álaihis salam dan umatnya,
serta menenggelamkan
Fir ’aun dan bala tentaranya,
maka Nabi Musa ‘alaihis
salam pun berpuasa pada hari
itu sebagai rasa syukur
kepada-Nya, dan ketika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam mendengar orang-
orang Yahudi berpuasa pada
hari itu karena alasan ini,
maka beliau shallallahu
‘ alaihi wa sallam
bersabda,ُنْحَنَف
ُّقَحَأ
ىَلْوَأَو
ىَسوُمِب
ْمُكْنِم
“ Kita lebih berhak (untuk
mengikuti) Nabi Musa
‘ alaihis salam daripada
mereka“[9]. Kemudian untuk
menyelisihi perbuatan orang-
orang Yahudi, beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam
menganjurkan untuk berpuasa
tanggal 9 dan 10 Muharram
[10].
- Hadits ini juga menunjukkan
bahwa shalat malam adalah
shalat yang paling besar
keutamaannya setelah shalat
wajib yang lima waktu[11].
***
Penulis: Ustadz Abdullah
Taslim Al Buthoni, M.A.Artikel
www.muslim.or.id
[1] HSR Muslim (no. 1163).
[2] Lihat keterangan Syeikh
Muhammad bin Shaleh al-
Utsaimin dalam Syarhu
Riyadhis Shalihin (3/341).
[3] Dalam HSR al-Bukhari (no.
1900) dan Muslim (1130).
[4] HSR Muslim (no. 1162).
[5] HSR Muslim (no. 1134).
[6] HR Ahmad (1/241), al-
Baihaqi (no. 8189) dll, dalam
sanadnya ada perawi yang
bernama Muhammad bin
Abdurrahman bin Abi Laila,
dan dia sangat buruk
hafalannya (lihat Taqriibut
Tahdziib hal. 493). Oleh karena
itu syaikh al-Albani
menyatakan hadits ini lemah
dalam Dha ’iful Jaami’ (no.
3506).
[7] Lihat kitab Bahjatun
Nazhirin (2/385).
[8] Lihat keterangan Syeikh
Muhammad bin Shaleh al-
Utsaimin dalam as-Syarhul
Mumti’ (3/101-102).
[9] Semua ini disebutkan
dalam HSR al-Bukhari (3216)
dan Muslim (1130).
[10] Lihat keterangan syaikh
Muhammad al-Utsaimin dalam
Syarhu Riyadhis Shalihin
(3/412).
[11] Lihat kitab Bahjatun
Nazhirin (2/329).

No comments:

Post a Comment