”Seluruh dunia ini adalah perhiasan dan perhiasan terbaik di dunia ini adalah wanita yang sholehah.” (HR. ...an-Nasa’I dan Ahmad)
Fabiayyi alaairobbikumaa tukadzdzibaan..[Q.S.Ar Rahman:13]

Sunday, July 31, 2011

Dzikir Pagi dan Petang

Posted on 21 Agustus 2007 by Admin Blog Sunniy Salafy


 أعوذ بالله من الشيطان الرجيم —- اللّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاء وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَلاَ يَؤُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
“Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk. Allah tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”. (Al-Baqarah: 255). [90]
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ مِن شَرِّ مَا خَلَقَ وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ  وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ مَلِكِ النَّاسِ إِلَهِ النَّاسِ مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ مِنَ الْجِنَّةِ وَ النَّاسِ
76. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Ilah yang bergantung kepada- Nya segala urusan. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Katakanlah: Aku berlindung kepada Rabb yang menguasai Subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan-kejahatan wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Katakanlah: Aku berlindung kepada Rabb manusia. Raja manusia. Sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari jin dan manusia. [91]
أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الْمُلْكُ لِلَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ. رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهُ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهُ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكَسَلِ وَسُوْءِ الْكِبَرِ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابٍ فِي النَّارِ وَعَذَابٍ فِي الْقَبْرِ.
“Kami telah memasuki waktu pagi dan kerajaan hanya milik Allah, segala puji bagi Allah. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya. Bagi-Nya kerajaan dan bagiNya pujian. Dia-lah Yang Mahakuasa atas segala se-suatu. Hai Tuhan, aku mohon kepada-Mu kebaikan di hari ini dan kebaikan sesudahnya. Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan hari ini dan kejahatan sesudahnya. Wahai Tuhan, aku berlindung kepadaMu dari kemalasan dan kejelekan di hari tua. Wahai Tuhan! Aku berlindung kepadaMu dari siksaan di Neraka dan kubur.” [92]
اَللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا، وَبِكَ أَمْسَيْنَا، وَبِكَ نَحْيَا، وَبِكَ نَمُوْتُ وَإِلَيْكَ النُّشُوْرُ.
“Ya Allah, dengan rahmat dan pertolonganMu kami memasuki waktu pagi, dan dengan rahmat dan pertolonganMu kami memasuki waktu sore. Dengan rahmat dan pertolonganMu kami hidup dan dengan kehendakMu kami mati. Dan kepadaMu kebangkitan (bagi semua makhluk).” [93]
اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ.
“Ya Allah! Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, Engkaulah yang menciptakan aku. Aku adalah hambaMu. Aku akan setia pada perjanjianku denganMu semampuku. Aku berlindung kepadaMu dari kejelekan yang kuperbuat. Aku mengakui nikmatMu kepadaku dan aku mengakui dosaku, oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.” [94]
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَصْبَحْتُ أُشْهِدُ وَأُشْهِدُ حَمَلَةَ عَرْشِكَ، وَمَلاَئِكَتَكَ وَجَمِيْعَ خَلْقِكَ، أَنَّكَ أَنْتَ اللهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ وَحْدَكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ. (4×)
“Ya Allah! Sesungguhnya aku di waktu pagi ini mempersaksikan Engkau, malaikat yang memikul arasyMu, malaikat-malaikat dan seluruh makhlukMu, bahwa sesungguhnya Engkau adalah Allah, tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau Yang Maha Esa, tiada sekutu bagiMu dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan-Mu.” (Dibaca empat kali waktu pagi dan sore). [95]
اَللَّهُمَّ مَا أَصْبَحَ بِيْ مِنْ نِعْمَةٍ أَوْ بِأَحَدٍ مِنْ خَلْقِكَ فَمِنْكَ وَحْدَكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ، فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ.
“Ya Allah! Nikmat yang kuterima atau diterima oleh seseorang di antara makhlukMu di pagi ini adalah dariMu. Maha Esa Engkau, tiada sekutu bagi-Mu. BagiMu segala puji dan kepadaMu panjatan syukur (dari seluruh makhluk-Mu).” [96]

Saturday, July 30, 2011

Hukum Ringkas Puasa Ramadhan



oleh: Al-Ustadz Abu Abdirrahman al-Bugisi

Saat Ramadhan tiba, kaum muslimin menyambutnya dengan gembira. Di antara mereka, ada yang menggelar berbagai acara. Tak jarang, acara-acara itu justru melanggar syariat. Persiapan paling baik yang dilakukan saat memasuki Ramadhan adalah mempelajari berbagai hal berkaitan dengan ibadah di dalamnya. Tentu agar ibadah yang akan dilakukan bisa lebih bermakna.
Menyambut Ramadhan, banyak acara digelar kaum muslimin. Di antara acara tersebut ada yang telah menjadi tradisi yang “wajib” dilakukan, meski syariat tidak pernah memerintahkan untuk membuat berbagai acara tertentu menyambut datangnya bulan mulia tersebut.
Puasa Ramadhan merupakan salah satu dari kewajiban puasa yang ditetapkan syariat yang ditujukan dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah l. Hukum puasa sendiri terbagi menjadi dua, yaitu puasa wajib dan puasa sunnah. Adapun puasa wajib terbagi menjadi tiga: puasa Ramadhan, puasa kaffarah (puasa tebusan), dan puasa nadzar.

Keutamaan Bulan Ramadhan
Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur’an. Allah l berfirman:
“Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang batil).” (al-Baqarah: 185)
Pada bulan ini, para setan dibelenggu, pintu neraka ditutup, dan pintu surga dibuka. Rasulullah n bersabda:
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النِّيرَانِ وَصُفِدَتِ الشَّيَاطِيْنُ
“Bila datang bulan Ramadhan dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu-pintu neraka, dan dibelenggulah para setan.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Pada bulan Ramadhan pula terdapat malam Lailatul Qadar. Allah l berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur’an pada malam kemuliaan. Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan hingga terbit fajar.” (al-Qadar: 1—5)

Penghapus Dosa
Ramadhan adalah bulan untuk menghapus dosa. Hal ini berdasar hadits Abu Hurairah z bahwa Rasulullah n bersabda:
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ
“Shalat lima waktu, dari Jum’at (yang satu) menuju Jum’at berikutnya, (dari) Ramadhan hingga Ramadhan (berikutnya) adalah penghapus dosa di antaranya, apabila ditinggalkan dosa-dosa besar.” (HR. Muslim)
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa berpuasa Ramadhan dengan keimanan dan mengharap ridha Allah, akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah z)

Rukun Berpuasa
a.    Berniat sebelum munculnya fajar shadiq.
Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah n:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya.” (Muttafaqun ‘alaih dari hadits ‘Umar bin al-Khaththab z)
Juga hadits Hafshah x, bersabda Rasulullah n:
مَنْ لَمْ يَجْمَعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ
“Barang siapa yang tidak berniat berpuasa sebelum fajar maka tidak ada puasa baginya.” (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan)
Asy-Syaikh Muqbil t menyatakan bahwa hadits ini mudhtharib (goncang) walaupun sebagian ulama menghasankannya. Namun mereka mengatakan bahwa ini adalah pendapat Ibnu ‘Umar, Hafshah, dan ‘Aisyah, serta tidak ada yang menyelisihinya dari kalangan para sahabat g.
Persyaratan berniat puasa sebelum fajar dikhususkan pada puasa yang hukumnya wajib, karena Rasulullah n pernah datang kepada ‘Aisyah x pada selain bulan Ramadhan lalu bertanya, “Apakah kalian mempunyai makan siang? Jika tidak maka saya berpuasa.” (HR. Muslim)
Masalah ini dikuatkan pula dengan perbuatan Abu ad-Darda’, Abu Thalhah, Abu Hurairah, Ibnu ‘Abbas, dan Hudzaifah ibnul Yaman g. Ini adalah pendapat jumhur.
Para ulama juga berpendapat bahwa persyaratan niat tersebut dilakukan pada setiap hari puasa, karena malam Ramadhan memutuskan amalan puasa sehingga untuk mengamalkan kembali membutuhkan niat yang baru. Wallahu a’lam.
Berniat ini boleh dilakukan kapan saja baik di awal malam, pertengahannya, maupun akhir. Ini pula yang dikuatkan oleh jumhur ulama1.

b. Menahan diri dari setiap perkara yang membatalkan puasa dimulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
Telah diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dan al-Imam Muslim rahimahumallah hadits dari ‘Umar bin al-Khaththab z bahwa Rasulullah n bersabda:
إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَهُنَا وَأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَهُنَا وَغَرَبَتِ الشَّمْسُ فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ
“Jika muncul malam dari arah sini (timur) dan hilangnya siang dari arah sini (barat) serta matahari telah terbenam, maka telah berbukalah orang yang berpuasa.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Puasa dimulai dengan munculnya fajar. Namun kita harus hati-hati karena terdapat dua jenis fajar: fajar kadzib dan fajar shadiq. Fajar kadzib ditandai dengan cahaya putih yang menjulang ke atas seperti ekor serigala. Bila fajar ini muncul, masih diperbolehkan makan dan minum namun diharamkan shalat Subuh karena belum masuk waktu.
Fajar yang kedua adalah fajar shadiq yang ditandai dengan cahaya merah yang menyebar di atas lembah dan bukit, menyebar hingga ke lorong-lorong rumah. Fajar inilah yang menjadi tanda dimulainya seseorang menahan makan, minum, dan yang semisalnya, serta diperbolehkan shalat Subuh.
Hal ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas z bahwa Rasulullah n bersabda:
الْفَجْرُ فَجْرَانِ، فَأَمَّا الْأَوَّلُ فَإِنَّهُ لاَ يُحْرِمُ الطَّعَامَ وَلاَ يُحِلُّ الصَّلَاةَ، وَأَمَّا الثَّانِي فَإِنَّهُ يُحْرِمُ الطَّعَامَ وَيُحِلُّ الصَّلَاةَ
“Fajar itu ada dua, yang pertama tidak diharamkan makan dan tidak dihalalkan shalat (Subuh). Adapun yang kedua (fajar) adalah yang diharamkan makan (pada waktu tersebut) dan dihalalkan shalat.” (HR. Ibnu Khuzaimah, 1/304, al-Hakim, 1/304, dan al-Baihaqi, 1/377)
Namun para ulama menghukumi riwayat ini mauquf (hanya perkataan Ibnu ‘Abbas z dan bukan sabda Nabi n). Di antara mereka adalah al-Baihaqi, ad-Daruquthni dalam Sunan-nya (2/165), Abu Dawud dalam Marasil-nya (1/123), dan al-Khathib al-Baghdadi dalam Tarikh-nya (3/58). Juga diriwayatkan dari Tsauban z dengan sanad yang mursal. Sementara diriwayatkan juga dari hadits Jabir z dengan sanad yang lemah. Wallahu a’lam.

Siapa yang Diwajibkan Berpuasa?
Orang yang wajib menjalankan puasa Ramadhan memiliki syarat-syarat tertentu. Telah sepakat para ulama bahwa puasa diwajibkan atas seorang muslim yang berakal, baligh, sehat, mukim (bukan musafir), dan bila ia seorang wanita maka harus bersih dari haid dan nifas.
Sementara itu tidak ada kewajiban puasa atas orang kafir, orang gila, anak kecil, orang sakit, musafir, wanita haid dan nifas, orang tua yang lemah, serta wanita hamil dan wanita menyusui.
Bila ada orang kafir yang berpuasa, karena puasa adalah ibadah di dalam Islam maka tidak diterima amalan seseorang kecuali bila dia menjadi seorang muslim. Ini disepakati oleh para ulama.
Adapun orang gila, ia tidak wajib berpuasa karena tidak terkena beban beramal. Hal ini berdasarkan hadits ‘Ali bin Abi Thalib z bahwa Rasulullah n bersabda:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ: عَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَفِيقَ، وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيِقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ
“Diangkat pena (tidak dicatat) dari tiga golongan: orang gila sampai dia sadarkan diri, orang yang tidur hingga dia bangun, dan anak kecil hingga dia baligh.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi)
Meski anak kecil tidak memiliki kewajiban berpuasa sebagaimana dijelaskan hadits di atas, namun sepantasnya bagi orang tua atau wali yang mengasuh anak tersebut agar menganjurkan dia berpuasa, supaya terbiasa sejak kecil sesuai kesanggupannya.
Sebuah hadits diriwayatkan ar-Rubayyi’ bintu Mu’awwidz x:
“Utusan Rasulullah n mengumumkan di pagi hari ‘Asyura agar siapa di antara kalian yang berpuasa, hendaklah dia menyempurnakannya dan siapa yang telah makan maka jangan lagi dia makan pada sisa harinya. Dan kami berpuasa setelah itu dan kami mempuasakan anak-anak kecil kami. Dan kami ke masjid lalu kami buatkan mereka mainan dari wol. Maka jika salah seorang mereka menangis karena (ingin) makan, kami pun memberikan (mainan tersebut) kepada mereka hingga mendekati buka puasa.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Sementara itu, bagi orang-orang lanjut usia yang sudah lemah (jompo), orang sakit yang tidak diharapkan sembuh, dan orang yang memiliki pekerjaan berat yang menyebabkan tidak mampu berpuasa serta tidak mendapatkan cara lain untuk memperoleh rezeki kecuali pekerjaan yang dia lakukan tersebut, mereka diberi keringanan untuk tidak berpuasa, namun wajib membayar fidyah yaitu memberi makan setiap hari satu orang miskin.
Ibnu Abbas c berkata, “Diberikan keringanan bagi orang yang sudah tua untuk tidak berpuasa dan memberi makan setiap hari kepada seorang miskin dan tidak ada qadha atasnya.” (Riwayat ad-Daruquthni dan al-Hakim, disahihkan oleh keduanya)
Anas bin Malik z tatkala sudah tidak sanggup berpuasa maka beliau memanggil 30 orang miskin lalu (memberikan kepada mereka makan) sampai mereka kenyang. (Riwayat ad-Daruquthni 2/207 dan Abu Ya’la dalam Musnad-nya 7/204, dengan sanad yang sahih. Lihat Shifat Shaum an-Nabi, hlm. 60)
Orang-orang yang diberi keringanan untuk tidak berpuasa namun wajib atas mereka menggantinya di hari yang lain adalah musafir dan orang sakit yang masih diharap kesembuhannya yang apabila dia berpuasa menyebabkan kekhawatiran sakitnya bertambah parah atau lama sembuhnya.
Allah l berfirman:
“Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka, maka wajib baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari yang lain.” (al-Baqarah: 184)
Demikian pula bagi wanita hamil dan menyusui yang mengkhawatirkan janin atau anaknya bila dia berpuasa, wajib baginya mengqadha puasanya dan bukan membayar fidyah, menurut pendapat yang paling kuat dari pendapat para ulama.
Hal ini berdasar hadits Anas bin Malik al-Ka’bi z, bersabda Rasulullah n:
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ نِصْفَ الصَّلَاةِ وَالصَّومَ وَعَنِ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ
“Sesungguhnya Allah telah meletakkan setengah shalat dan puasa bagi orang musafir dan (demikian pula) bagi wanita menyusui dan yang hamil.” (HR. an-Nasa’i, 4/180—181, Ibnu Khuzaimah, 3/268, al-Baihaqi, 3/154, dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani t)
Yang tidak wajib berpuasa namun wajib mengqadha (menggantinya) di hari lain adalah wanita haid dan nifas.
Telah terjadi kesepakatan di antara fuqaha bahwa wajib atas keduanya untuk berbuka dan diharamkan berpuasa. Jika mereka berpuasa berarti dia telah melakukan amalan yang batil dan wajib mengqadha. Di antara dalil atas hal ini adalah hadits Aisyah x:
كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصِّيَامِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ
“Adalah kami mengalami haid lalu kami pun diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan mengqadha shalat.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Wallahu a’lam.

Jangan Menunda Taubat


Bismillah..

Di antara manusia terdapat segolongan orang yang mengetahui kesalahannya dan mengetahui keharaman perbuatan yang dilakukannya, namun dia masih saja menunda-nunda taubat dan selalu mengucapkan: “Nanti dulu.”

Di antara mereka ada yang menundanya sampai menikah, lulus sekolah, bahkan sampai menginjak usia senja dan karena berbagai alasan penundaan lainnya.

Ini merupakan kesalahan besar sebab bertaubat wajib dilakukan secara langsung. Pasalnya, semua perintah Allah dan Rasul-Nya menyatakan bahwa bertaubat itu wajib dilaksanakan secara langsung, selama tidak ada dalil yang menunjukkan kebolehan menunda pelaksanaannya. Bahkan, menunda taubat merupakan salah satu dosa yang wajib dimohonkan ampunan kepada Allah Azza wa Jalla.

Al Ghazali rahimahulla berkata: “Tidak ada keraguan mengenai kewajiban bertaubat secara langsung. Sebab mengenali berbagai kemaksiatan sebagai sesuatu yang membinasakan merupakan sebagian dari iman, maka itu wajib dilakukan dengan segera.” [1]

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: “Bertaubat dengan segera merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan dan tidak boleh ditunda. Setiap kali seorang hamba menunda taubat, berarti ia telah berbuat maksiat kepada Allah dan apabila ia sudah bertaubat dari dosa yang dilakukannya, maka tinggal kewajiban untuk bertaubat dari perbuatan menunda pelaksanaan taubat.”

Wednesday, July 20, 2011

Tata Cara Menyambut Bulan Ramadhan (Bag.2)

Oleh : Al-Ustadz Abul Mundzir Dzul-Akmal As-Salafy

Kedelapan : Ar Rayyaan disediakan untuk yang berpuasa saja.

Dari Sahl bin Sa`ad radhiallahu `anhu, dari Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata :
((إن فى الجنة بابا يقال له : الريان، يدخل منه الصائمون يوم القيامة، لا يدخل منه أحد غيرهم فإذا دخلوا أغلق، فلم يدخل منه أحد, فإذا دخل آخرهم أغلق، ومن دخل شرب، ومن شرب لم يظمأ أبدا ))

Artinya : “Sesungguhnya di jannah ada sebuah pintu dinamakan “Ar Rayyaan”, yang akan masuk ke dalamnya hanya orang yang berpuasa saja, tidak akan masuk ke dalamnya selain dari mereka, apabila orang orang yang berpuasa itu sudah masuk lalu pintunya akan ditutup, tidak akan ada lagi yang masuk setelah itu, dalam lafadz lain : apabila telah masuk orang yang paling terakhir dari orang orang yang berpuasa itu lantas pintunya ditutup, setiap yang masuk akan minum, dan barang siapa yang sudah minum dia tidak akan haus selama lamanya.” Hadits dikeluarkan oleh : Al Bukhariy (4/95), Muslim (1152) dan tambahan hadits yang terakhir dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam “shohihnya” (1903).

Kaum muslimin rahimakumullah ! sebelum kita melangkah untuk menjelaskan tentang tata cara menyambut bulan Ramadhan alangkah baiknya kami jelaskan dulu masalah masalah sebagai berikut :

1. Syarat sahnya atau diterimanya satu `amalan disisi Allah Ta`ala.
2. Bagaimana Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam dan para shahabat-nya menyambut bulan suci ini??
3. Bagaimana cara kebanyakan masyarakat dalam menyambutnya??
4. Hadits hadist palsu, lemah mengenai keutamaan Ramadhan yang menyebar dikalangan masyarakat.1. Syarat sahnya atau diterimanya satu `amalan disisi Allah Ta`ala.Kaum muslimin hadaakumullah ! Seorang muslim yang betul betul muslim adalah yang mengetahui tujuan hidupnya di dunia ini, untuk apa dia diciptakan ? kemana tujuan akhir dari hidupnya tersebut? dan apa yang sudah dipersiapkan olehnya untuk menghadapi tujuan itu ?

Kaum muslimin rahimakumullah ! Allah `Azza wa Jall telah menjelaskan kepada hamba-Nya secara gamblang dan jelas sekali bahwa Dia menciptakan kita ini adalah semata mata untuk ber-ibadat kepada-Nya. Sebagai tertera dalam ayat-Nya :

((وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون)). الذاريات (56).

Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk ber-ibadat kepada-Ku.” Ad Dzaariyaat (56).

Syaikul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah Ta`ala menjelaskan kepada kita tentang difinisi ibadat, beliau berkata : “Al Ibadat ialah : Penamaan yang sangat luas sekali dan mencakup kepada apa apa yang dicintai dan diredhoi oleh Allah Ta`ala baik dari segi perkataan (ucapan) dan `amalan yang nampak dan yang tidak nampak, kemudian berlepas diri dari segala bentuk bentuk `amalan yang bertentangan dengannya.” Lihat kitab “Al `Ubudiyyah” hal. 4. (nukilan dari kitab “A`laamus Sunnah Al Mansyuurah” hal. 32, oleh Al Imam Al Haafidz Al Hakamiy.

Tata Cara Menyambut Bulan Ramadhan (Bag.1)

Oleh : Al-Ustadz Abul Mundzir Dzul-Akmal As-Salafy

إن الحمد لله نحمده، ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا، ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادى له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.
يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون. آل عمران (102)

يا أيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفسٍ واحدة وخلق منها زوجها وبث منهما رجالاً كثيراً ونساءً واتقوا الله الذي تساءلون به والأرحام إن الله كان عليكم رقيبا . النساء:(1)

يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله وقولوا قولاً سديداً يصلح لكم أعمالكم ويغفر لكم ذنوبكم ومن يطع الله ورسوله فقد فاز فوزاً عظيماً الأحزاب (70-71).
فإن أصدق الحديث كتاب الله، وخير الهدى هدى محمد صلى الله عليه وسلم وشر الأمور محدثاتها، وكل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة، وكل ضلالة النار.
Kaum muslimin rahimakumullah! Pertama tama kita bersyukur kepada Allah `Azza wa Jall serta Salawat dan Salam kita aturkan kepada Nabiyurrahmah Muhammad bin `Abdullah Shollallahu `alaihi wa Sallam dan kepada kaum kerabat serta para shohabat-nya semoga kita dimasukkan oleh Allah Subhaana wa Ta`ala sebagai pengikutnya, penghidup Sunnah-nya dan orang orang yang memperjuangkan Sunnah-nya Insya Allah sampai akhir zaman. Amin!! Ya Rabbal `Alamin.

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah Ta`ala! Tidak akan lama lagi kita didatangi oleh satu bulan yang penuh dengan keberkahan, pengampunan, rahmat dan bulan dimana Allah Ta`ala membebaskan hamba hamba-Nya dari neraka, dan itu setiap malam bukan hanya pada sepuluh terakhir saja sebagaimana yang selalu disampaikan oleh para mubaaligh, ustadz dan da`I di dalam ceramah ceramah mereka ketika menjelaskan kepada jama`ah tentang keutamaan bulan tersebut. Bulan itu adalah bulan Ramadhan, bulan yang diturunkan padanya Al Quran, bulan yang lebih baik dari seribu bulan, bulan dimana pintu pintu surga dibukakan oleh Allah `Azza wa Jall, setan setan dibelenggu, sedangkan pintu pintu neraka ditutup oleh-Nya Subhaana wa Ta`ala.

Allah Subhaana wa Ta`ala berfirman :

((ياأيها الذين آمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون)). البقرة (183).

((أياما معدودات فمن كان منكم مريضا أو على سفر فعدة من أيام أخر وعلى الذين يطيقونه فدية طعام مسكين فمن تطوع خيرا فهو خير له، وأتصوموا خير لكم إن كنتم تعلمون)). البقرة (184).

((شهر رمضان الذى أنزل فيه القرآن هدى للناس وبينات من الهدى والفرقان فمن شهد منكم الشهر فليصمه ومن كان مريضا أو على سفر فعدة من أيام أخر يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر ولتكملوا العدة ولتكبروا الله على ما هداكم ولعلكم تشكرون)). البقرة (185).

Artinya : “Hai orang orang yang ber-iman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang orang sebelum kalian, agar kalian menjadi orang yang ber-taqwa. Yaitu dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa diantara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu dia berbuka), maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari hari yang lain. Dan wajib bagi orang orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, yaitu : memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara haq dan yang bathil. Karena itu, barangsiapa diantara kamu hadir di negeri tempat tinggalnya di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka, maka wajiblah baginya berpuasa, sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesusahan bagimu. Dan hedaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” Al Baqarah : (183-185).

Adab-adab Berpuasa

(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Abdirrahman al-Bugisi)

 
** Makan Sahur

Orang yang berpuasa sangat dianjurkan untuk makan sahur. Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Amru bin al-‘Ash  bahwa Rasulullah  bersabda:
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحُورِ
“Perbedaan antara puasa kami dengan puasa ahli kitab adalah makan sahur.”
(HR. Muslim)

Dari Salman, Rasulullah bersabda:
الْبَرَكَةُ فِي ثَلَاثَةٌ: الْجَمَاعَةُ، وَالثَّرِيدُ، وَالسَّحُورُ
“Berkah ada pada tiga hal: berjamaah, tsarid (roti remas yang direndam dalam kuah), dan makan sahur.”
(HR. ath-Thabarani, 6/251, dengan sanad yang hasan dengan penguatnya, lihat Shifat Shaum an-Nabi, hlm. 44)

Disukai untuk mengakhirkan makan sahur, berdasarkan hadits Anas dari Zaid bin Tsabit , ia berkata,
Kami makan sahur bersama Rasulullah  kemudian beliau bangkit menuju shalat. Aku (Anas) bertanya, “Berapa jarak antara adzan1 dan sahur?” Beliau menjawab, “Kadarnya (seperti orang membaca) 50 ayat.” (Muttafaqun ‘alaih)

Namun apa yang diistilahkan oleh kebanyakan kaum muslimin dengan istilah imsak yaitu menahan (tidak makan) beberapa saat sebelum adzan Subuh adalah perbuatan bid’ah, karena dalam ajaran Nabi tidak ada imsak (menahan diri) kecuali bila adzan fajar dikumandangkan.

Rasulullah  bersabda:
إِذَا أَذَّنَ بِلَالٌ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ
“Apabila Bilal mengumandangkan adzan (pertama), maka (tetap) makan dan minumlah hingga Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan.” (Muttafaqun ‘alaih)

Bahkan bagi orang yang ketika adzan dikumandangkan masih memegang gelas dan semisalnya untuk minum, diberikan rukhshah (keringanan) khusus baginya sehingga dia boleh meminumnya.

Abu Hurairah  meriwayatkan bahwa Rasulullah  bersabda:
إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ وَالْإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلَا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ 
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah dia meletakkannya hingga menuntaskan hajatnya dari bejana (tersebut).”
(HR. Ahmad dan Abu Dawud serta dihasankan oleh Syaikhuna Muqbil bin Hadi al-Wadi’i dalam al-Jami’ ash-Shahih, 2/418—419)

Monday, July 18, 2011

Keutamaan Berdzikir


Bismillahirrohmanirrohim..

Allah Ta’ala berfirman:           
 “Karena itu, ingatlah kamu kepadaKu, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu (dengan memberikan rahmat dan peng-ampunan). Dan bersyukurlah kepada-Ku, serta jangan ingkar (pada nikmat-Ku)”. (Al-Baqarah, 2:152).
 “Hai, orang-orang yang beriman, ber-dzikirlah yang banyak kepada Allah (dengan menyebut namaNya)”. (Al-Ahzaab, 33:42).
 “Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, maka Allah me-nyediakan untuk mereka pengampunan dan pahala yang agung”. (Al-Ahzaab, 33:35).
 “Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut (pada siksaanNya), serta tidak mengeraskan suara, di pagi dan sore hari. Dan janganlah kamu terma-suk orang-orang yang lalai”. (Al-A’raaf, 7:205).
Rasul n bersabda:
((مَثَلُ الَّذِيْ يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِيْ لاَ يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ)).
Perumpamaan orang yang ingat akan Rabbnya dengan orang yang tidak ingat Rabbnya laksana orang yang hidup dengan orang yang mati.[1]
 ((أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ، وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيْكِكُمْ، وَأَرْفَعِهَا فِيْ دَرَجَاتِكُمْ، وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ، وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوْا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوْا أَعْنَاقَكُمْ))؟ قَالُوْا بَلَى. قَالَ: ((ذِكْرُ اللهِ تَعَالَى)).
“Maukah kamu, aku tunjukkan perbu-atanmu yang terbaik, paling suci di sisi Rajamu (Allah), dan paling mengangkat derajatmu; lebih baik bagimu dari infaq emas atau perak, dan lebih baik bagimu daripada bertemu dengan musuhmu, lantas kamu memenggal lehernya atau mereka memenggal lehermu?” Para sahabat yang hadir berkata: “Mau (wa-hai Rasulullah)!” Beliau bersabda: “Dzi-kir kepada Allah Yang Maha Tinggi”.[2]
Rasul n bersabda:
يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: ((أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِيْ بِيْ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِيْ، فَإِنْ ذَكَرَنِيْ فِيْ نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِيْ نَفْسِيْ، وَإِنْ ذَكَرَنِيْ فِيْ مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِيْ مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ شِبْرًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا، وَإِنْ أَتَانِيْ يَمْشِيْ أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً)).
Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai de-ngan persangkaan hambaKu kepadaKu, Aku bersamanya (dengan ilmu dan rah-mat) bila dia ingat Aku. Jika dia meng-ingatKu dalam dirinya, Aku mengingat-nya dalam diriKu. Jika dia menyebut namaKu dalam suatu perkumpulan, Aku menyebutnya dalam perkumpulan yang lebih baik dari mereka. Bila dia mende-kat kepadaKu sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika dia mendekat kepadaKu sehasta, Aku mendekat ke-padanya sedepa. Jika dia datang kepa-daKu dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat”.[3]

وَعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُسْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلاً قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ شَرَائِعَ اْلإِسْلاَمِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَيَّ فَأَخْبِرْنِيْ بِشَيْءٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ. قَالَ: ((لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللهِ)).
Dari Abdullah bin Busr z, dia berka-ta: Bahwa ada seorang lelaki berkata: “Wahai, Rasulullah! Sesungguhnya sya-ri’at Islam telah banyak bagiku, oleh karena itu, beritahulah aku sesuatu buat pegangan”. Beliau bersabda: “Tidak hentinya lidahmu basah karena dzikir kepada Allah (lidahmu selalu meng-ucapkannya).”[4]
Rasul n bersabda:
((مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ حَسَنَةٌ، وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، لاَ أَقُوْلُ: {الـم} حَرْفٌ؛ وَلَـكِنْ: أَلِفٌ حَرْفٌ، وَلاَمٌ حَرْفٌ، وَمِيْمٌ حَرْفٌ)).
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an, akan mendapatkan satu kebaikan. Sedang satu kebaikan akan dilipatkan sepuluh semisalnya. Aku tidak berkata: Alif laam miim, satu huruf. Akan tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf.”[5]
وَعَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ n وَنَحْنُ فِي الصُّفَّةِ فَقَالَ: ((أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنْ يَغْدُوَ كُلَّ يَوْمٍ إِلَى بُطْحَانَ أَوْ إِلَى الْعَقِيْقِ فَيَأْتِيْ مِنْهُ بِنَاقَتَيْنِ كَوْمَاوَيْنِ فِيْ غَيْرِ اِثْمٍ وَلاَ قَطِيْعَةِ رَحِمٍ؟ )) فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ نُحِبُّ ذَلِكَ. قَالَ: ((أَفَلاَ يَغْدُوْ أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَيَعْلَمَ، أَوْ يَقْرَأَ آيَتَيْنِ مِنْ كِتَابِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ خَيْرٌ لَهُ مِنْ نَاقَتَيْنِ، وَثَلاَثٌ خَيْرٌ لَهُ مِنْ ثَلاَثٍ، وَأَرْبَعٌ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَرْبَعٍ، وَمِنْ أَعْدَادِهِنَّ مِنَ اْلإِبِلِ)).
Dari Uqbah bin Amir z, dia berkata: “Rasulullah n keluar, sedang kami di serambi masjid (Madinah). Lalu beliau bersabda: “Siapakah di antara kamu yang senang berangkat pagi pada tiap hari ke Buthhan atau Al-Aqiq, lalu kem-bali dengan membawa dua unta yang besar punuknya, tanpa mengerjakan dosa atau memutus sanak?” Kami (yang hadir) berkata: “Ya kami senang, wahai Rasulullah!” Lalu beliau bersab-da: “Apakah seseorang di antara kamu tidak berangkat pagi ke masjid, lalu me-mahami atau membaca dua ayat Al-Qur’an, hal itu lebih baik baginya dari-pada dua unta. Dan (bila memahami atau membaca) tiga (ayat) akan lebih baik daripada memperoleh tiga (unta). Dan (bila memahami atau mengajar) empat ayat akan lebih baik baginya daripada memperoleh empat (unta), dan demikian dari seluruh bilangan unta.”[6]
Rasulullah n bersabda:
((مَنْ قَعَدَ مَقْعَدًا لَمْ يَذْكُرِ اللهَ فِيْهِ كَانَتْ عَلَيْهِ مِنَ اللهِ تِرَةٌ، وَمَنِ اضْطَجَعَ مَضْجَعًا لَمْ يَذْكُرِ اللهَ فِيْهِ كَانَتْ عَلَيْهِ مِنَ اللهِ تِرَةٌ)).
“Barangsiapa yang duduk di suatu tem-pat, lalu tidak berdzikir kepada Allah di dalamnya, pastilah dia mendapatkan hukuman dari Allah dan barangsiapa yang berbaring dalam suatu tempat lalu tidak berdzikir kepada Allah, pastilah mendapatkan hukuman dari Allah.”[7]
((مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا لَمْ يَذْكُرُوا اللهَ فِيْهِ، وَلَمْ يُصَلُّوْا عَلَى نَبِيِّهِمْ إِلاَّ كَانَ عَلَيْهِمْ تِرَةٌ، فَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُمْ وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُمْ)).
“Apabila suatu kaum duduk di majelis, lantas tidak berdzikir kepada Allah dan tidak membaca shalawat kepada Nabi-nya, pastilah ia menjadi kekurangan dan penyesalan mereka, maka jika Allah menghendaki bisa menyiksa mereka dan jika menghendaki mengampuni mere-ka.”[8]
((مَا مِنْ قَوْمٍ يَقُوْمُوْنَ مِنْ مَجْلِسٍ لاَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ فِيْهِ إِلاَّ قَامُوْا عَنْ مِثْلِ جِيْفَةِ حِمَارٍ وَكَانَ لَهُمْ حَسْرَةً)).
“Setiap kaum yang berdiri dari suatu majelis, yang mereka tidak berdzikir ke-pada Allah di dalamnya, maka mereka laksana berdiri dari bangkai keledai dan hal itu menjadi penyesalan mereka (di hari Kiamat).”[9]



[1] HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bari 11/208. Imam Muslim meriwayatkan dengan lafazh sebagai berikut:
((مَثَلُ الْبَيْتِ الَّذِيْ يُذْكَرُ اللهُ فِيْهِ وَالْبَيْتِ الَّذِيْ لاَ يُذْكَرُ اللهُ فِيْهِ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ)).
“Perumpamaan rumah yang digunakan untuk dzikir kepada Allah dengan rumah yang tidak digunakan untuk dzikir, laksana orang hidup dengan yang mati”. (Shahih Muslim 1/539).
[2] HR. At-Tirmidzi 5/459, Ibnu Majah 2/1245. Lihat pula Shahih Tirmidzi 3/139 dan Shahih Ibnu Majah 2/316.
[3] HR. Al-Bukhari 8/171 dan Muslim 4/2061. Lafazh hadits ini riwayat Al-Bukhari.
[4] HR. At-Tirmidzi 5/458, Ibnu Majah 2/1246, lihat pula dalam Shahih At-Tirmidzi 3/139 dan Shahih Ibnu Majah 2/317.
[5] HR. At-Tirmidzi 5/175. Lihat pula Shahih At-Tirmidzi 3/9 dan Shahih Jaami’ush Shaghiir 5/340.
[6] HR. Muslim 1/553.
[7] HR. Abu Dawud 4/264; Shahihul Jaami’ 5/342.
[8] Shahih At-Tirmidzi 3/140.
[9] HR. Abu Dawud 4/264, Ahmad 2/389 dan Shahihul Jami’ 5/176.